Berpikir itu..
Ruh adalah ini eksistensi manusia dalam kehidupan. Manusia
tanpa ruh artinya mati berkalang tanah. Ruh manusia adalah gerakannya dalam
kehidupan, dan makanan ruh ialah Ilmu. Makna gerakan disini adalah pertumbuhan
manusia dan kesuksesannya dalam menapaki tahap-tahap kehidupan. Makna ilmu
adalah makanan bagi ruh ialah tak bisa dipungkiri bahwa secara jasmani kita
butuh makanan seperti nasi, ikan dan lain-lain, namun ilmu dapat bermakna
sumber energi utama bagi ruh.
Salah satu tahapan yang paling penting dalam kehidupan manusia
ialah..
masa muda, yang perjalanan hidup manusia dimulai dari sana. Dalam
perjalanan hidup ini, ruhani memerlukan makanan bergizi, yang dapat membuka
cakrawala pandang untuk membebaskan manusia tanpa ikatan apa pun. Sesungguhnya
kita, wahai kaum muda termasuk dalam salah satu dari tiga golongan berikut.
Pertama : Tidak berpikir, dan tidak bangkit
untuk mengambil keputusan hidup, karena takut tertimpa akibat buruk yang tak
terperikan.
Kedua : Berpikir, melakukan klarifikasi
dan mengetahui bahayanya, lalu berpaling dari petualangan sebelum melakukan
aksi dan sebelum memutuskan satu keputusan.
Ketiga : Terjun ke dalam petualangan,
mungkin sesudah berpikir secara logis atau sesudah berpikir secara tidak logis.
Selanjutnya
masing-masing dari kita harus bertanya..
“Di mana
posisi cara berpikir kita?”
Sebagian dari kita adalah manusia teoretis yang tidak memiliki
hubungan dengan tindakan dan realitas. Sebagian yang lain adalah manusia komit
yang memiliki komitmen terhadap musyawarah dan mau membantu orang lain.
Sebagian lainnya lagi merupakan tipe manusia yang lari dari masalah atau
beragam kondisi yang di alami. Sebagian yang lainnya lagi adalah manusia yang
hanya duduk manis, tak mau membebaskan dirinya dari kekang ide pemikiran masa
lalu.
Masalah yang ada pada semua jenis manusia itu adalah bahwa
mereka tidak mau membebani diri mereka untuk berpikir. Padahal, mereka
mengetahui bahwa mereka perlu berpikir dan mereka memiliki kemampuan untuk
berkembang lebih luas dan lebih baik dengan berpikir. Namun, mereka memilih
untuk berhenti di tengah jalan, atau merasa sudah teralalu tua, atau mejadikan
dirinya dibatasi oleh omongan-omongan orang yang gagal. Mengapa antum bersusah
payah? Mengapa antum mengerjakannya? Antum tidak mungkin bisa, dan seterusnya.
Jika mereka meneriman berbagai motivasi negative ini, maka
merka hanya akan berhenti di tempat. Sedangkan jika mereka mau berpikir cerddas
dan memotivasi diri dengan hal-hal yang positif, maka mereka pasti mampu
menyingkirkan keraguan, kecemasan, kegamangan, dan kegelisahan. Mereka
berpindah dari posisi takut menjalani petualangan menuju tingkatan senang
melakukan petualangan, dari tidak mau maju menjadi kenikmatan kemajuan.
Jika antum khawatir, atau ragu-ragu atau takut menempuh
bahaya, menghadapi petualangan, dan menapaki kemajuan, maka alangkah ruginya
antum. Mengapa? Karena sebagian kemampuan antum menjadi beku. Padahal
sebenarnya antum memiliki kemampuan untuk berpikir, berbuat dan bergerak maju.
Dengan itu, antum dapat memanfaatkan waktu antum, mencerahkan masa depan antum,
merealisasikan tujuan antum, menggapai kesuksesan, memenangkan kompetisi
kemudian merasakan lezatnya petualangan yang sudah dipelajari. Semua itu tak
bisa terjadi kecuali jika antum mau berpikir cerdas, mau meningkatkan kualitas
ibadah antum, mau memperbanyak muhasabah dan berpikir terstruktur. Berpikir itu
adalah antum. Antumlah berpikir itu, karena antum bermakna berpikir, pemikiran
antum adalah antum itu sendiri. Berpikir adalah bagian dari syaraf antum, darah
dan eksistensi antum sebagai hamba Allah yang berpikir, dimana pikiran ialah
suatu fitrah yang diberikan Allah Azza wa jalla. Pada kebanyakan ayat al-Quran,
Allah menghukum manusia disebabkan karena mereka tidak berpikir. dengan
beberapa ungkapan seperti, “afala ta’qilun”, “afala tatafakkarun”, “afala yatadabbaruna
al-Qur’an”. Allah mengajak mereka untuk berpikir dan menggunakan akalnya.
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Qs. Al Imran:190)
Pertanyaannya, mengapa antum meninggalkannya, sedangkan dia
adalah bagian dari antum? Mengapa antum melepaskan diri darinya sedangkan dia
adalah antum? Oleh karena itu, antum tak perlu merasa galau ketika berbuat
salah, karena saya teringat salah satu perkataan dari dosen kami yang berbunyi
:
“Dalam proses belajar, tak ada yang namanya benar
atau salah. Yang ada hanya pengulangan kembali lalu memberanikan diri tanpa
berpikir salah atau benar. Salah dan benar hanya ada pada 3, Ujian mid, Final
dan Skripsi”.
Komentar