Dengan Cara Apalagi?
Terkisah salah seorang Ulama salaf yang dikenal dengan nama Syaikh
Abdullah bin Zamud Az Zubaidi rahimahullah suatu ketika hendak
menemuai gurunya Syaikh Abu Ali Al Qali tuk menimba ilmu darinya. Sang guru
memiliki kandang ternak di dekat rumahnya dan merupakan kebiasaan beliau
mengikat hewan tunggangannya disana. Suatu ketika sang murid Az Zubaidi tidur
di kandang ternak milik sang guru Abu Ali dengan niat agar ia mampu mendahului
murid-murid lain datang dan kemudian ia mampu bertanya sebanyak-banyaknya
kepada gurunya Abu Ali.
Namun Qaddarullah maa syafa'al
, Allah menakdirkan sang Guru Abu
Ali keluar rumah sebelum fajar terbit. Tatkala mengetahui bahwa sang guru
hendak keluar rumah, Az Zubaidi kemudian mengikutinya dari belakang
perlahan-lahan agar tak ketahuan oleh sang Guru. Merasa diikuti dan dibuntuti
Abu Ali berkata "Celakalah engkau, siapa anda?". Az Zubaidi berkata
"Saya muridmu Az Zubaidi". Kemudian timpal sang guru berkata
"Demi Allah tidak ada yang lebih paham tentang Nahwu selain anda!
Masih ingatkah dengan kisah Sa’id bin Jubair di suatu malam di
kota Mekkah ia berjalan bersama sahabat yang mulia Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma
yang kemudian mengajari Sa’id beberapa hadits dan menulisnya di atas kendaraan
dan paginya menulisnya kembali di atas kertas
Atau tentang bagaimana gaya menuntut ilmu Imam Asy Syafi’I? Beliau
pernah bertutur “saya seorang yatim yang tinggal bersama ibu saya. Ia
menyerahkan saya ke kuttab (sekolah yang ada di masjid). Dia tidak memiliki
sesuatu yang bisa diberikan kepada sang pengajar sebagai upahnya mengajari
saya. Saya mendengar hadits atau pelajaran dari sang pengajar, kemudian saya
menghafalnya. Ibu saya tidak memiliki sesuatu untuk membeli kertas. Maka setiap
saya menemukan sebuah tulang putih, saya mengambilnya dan menulis di atasnya.
Apabila sudah penuh tulisannya, saya menaruhnya di dalam botol yang sudah tua”
(Jami’u Bayanil Ilmi wa Fadhilihi, Ibnu ‘Abdil Barr, 1/98).
Dan berbagai kisah-kisah penyejuk dan
penyemangat iman dikala zaman sekarang sepertinya amat sulit dan langka
menemukan orang-orang yang seperti kisah diatas.
Kawan, dari kisah-kisah
diatas kita belajar beberapa hal. Bukankah beribadah dan menuntut ilmu adalah
kewajiban? Coba perhatikan dan resapi baik-baik betapa besarnya dan tingginya
himmah mereka dalam persoalan ibadah. Tak ingin kalah dari yang lain;
berlomba-lomba memetik hikmah yang tertanam dalam kebun ilmu; berpayah lemah
demi satu dua buah catatan-catatan kecil yang kemudian dituangkan dalam
media-media yang agar tak hilang dan bermanfaat bagi orang banyak. Namun
catatan-catatan kecil itu pada akhirnya berberkah, bahkan kita masih dapat
melihat catatan-catatan kecil itu meski dalam media yang berbeda
Ah, ternyata zaman sudah
bertambah maju. Peradaban-peradaban semakin berkembang; orang-orang
berlomba-lomba memakmurkan dunianya masing-masing; teknologi telah jauh berbeda
disbanding yang dulu, kini segalanya telah maju dan lebih mudah;
Majelis-majelis ilmu bertebaran dimana-mana bagai bintang di angkasa;
Rumah-rumah Allah semakin mudah didapati sana-sini; Kaum Muslimin bertambah
banyak tiap tahunnya.
Ternyata zaman telah
maju disbanding zaman para sahabat dan ulama terdahulu. Bahkan di zaman mereka
saja, menuntut ilmu di kepala mereka adalah kewajiban tak terlupakan yang terus
berputar. Derap langkah kaki mau jauh ataupun dekat semuanya tertuju pada titik
ketaatan kepada-Nya semata. Sekarang?
Serasa ingin menampar
diri agar tersadarkan segera, bahwa jika saja para pendahulu kita begitu
semangatnya beribadah dan menuntut ilmu tanpa kenal lelah; jika saja mereka
memiliki semangat tinggi ditengah keterbatasan-keterbatasan baik fisik maupun
materil; meski diderai fitnah dan cobaan tak sedikitpun menggoyahkan keimanan
dalam dada mereka maka di zaman ini seharusnya kita lebih semangat dan
berlomba-lomba dalam ketaatan
Toh sekarang sudah ada;
kendaraan-kendaraan, baik hewan ataupun motor dan mobil dan segal jenis
transportasi; fasilitas-fasilitas Masjid yang menambah semangat beribadah baik
itu berupa Ac atau kipas angin; nikmat aman dan tentram; teknologi-teknologi
memberikan bumbu-bumbu kemudahan dalam ketaatan dan ibadah
Jika dengan semua
berbagai hal tersebut yang Allah telah berikan kepada kita untuk memudahkan
kita beribadah dan menuntu ilmu masih membuat kita enggan dan bermalas-malasan
Dengan cara apalagi
Allah harus menyadarkan kita?
Komentar